Subsets and Splits No saved queries yet Save your SQL queries to embed, download, and access them later. Queries will appear here once saved.Anda di halaman 1dari 13 MENGENAL BADAN USAHA KOPERASI Artikel ini memiliki kata sebanyak 1.600 kata. Apabila dibaca dengan kecepatan membaca yang sedang, sekitar 225 kata per menit, maka kira-kira memerlukan waktu 5 menit. Seorang pengacara bisnis di Florida menerima telepon mengenai beberapa temannya yang ingin membuat sebuah unit bisnis dalam hal menjual kue panekuk dan makanan sarapan lainnya. Sang pengacara menawarkan kepada mereka beberapa saran mengenai apa yang perlu mereka lakukan, serta dokumen apa saja yang perlu dipersiapkan. Ide yang awalnya muncul adalah untuk membentuk perusahaan patungan, atau bersama-sama mempekerjakan seorang general manager (manajer) untuk mengatur dan mengoperasikan bisnis. Pengacara tadi mencatat beberapa masalah yang potensial dengan bentuk bisnis semacam itu. Setelah itu, ia menyarankan untuk membentuk koperasi saja. Mereka setuju dengan saran ini dan saat inilah muncul Mojo Moms Pancakes and Stuff (MMPS). Koperasi adalah badan usaha yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi itu sendiri. Di Indonesia sendiri bentuk perusahaan yang biasa kita temukan, misalnya di PMA, terbatas hanya pada dua bentuk yang sering sekali kita temukan: perseroan (PT) dan kemitraan (CV atau Fa). Hal ini tidak berlaku bagi Koperasi yang merupakan bentuk yang spesial. Artikel ini membahas struktur korporat koperasi dan bagaimana prinsip-prinsip universal koperasi itu ditransformasikan ke badan usaha Koperasi di Indonesia. A. DEFINISI KOPERASI Menurut definisi hukum di Amerika, "koperasi" adalah badan usaha yang memiliki beberapa orang dan dikendalikan secara demokratis, diatur oleh prinsip-prinsip koperasi dan dioperasikan untuk menyediakan dan mendistribusikan barang atau jasa kepada anggotanya pada basis "at cost" atau non-profit pada anggotanya, di mana keuntungan dialokasikan atas dasar kontribusi modal atau transaksi dengan koperasi itu, atau keduanya. Sama juga, Black's Law Dictionary mendefinisikan koperasi sebagai "perkumpulan orang- orang yang ingin bekerja bersama guna mempromosikan kesuksesan bersama dalam suatu bisnis tertentu atau untuk melakukan laboran (kerja bersama) berdasarkan prinsip ekuitas dan kerja sama."[1] Menurut konsep yang kuat dipegang oleh seorang professor bidang ekonomi, Fuad Hasan, koperasi adalah perkumpulan orang-orang dalam mana mereka mempertaruhkan tenaganya atau uangnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[2] Dari pemikirannya, ia melakukan identifikasi terhadap tiga syarat mutlak yang mengatur konstitusi suatu badan usaha untuk dapat diklasifikasi sebagai koperasi: 1. Egalitarianisme (kesetaraan untuk semua), mengimplikasi bahwa dalam koperasi semua anggota memiliki hak suara yang sama tanpa memperhatikan jumlah modal yang dikontribusikan. 2. Swadaya (kemandirian atau independensi) mensyaratkan bahwa perusahaan seharusnya dijalankan sendiri oleh dan untuk mereka yang memiliki sesuatu yang dipertaruhkan dalam perusahaan, yaitu para anggota. 3. Kerjasama, menekankan adanya kepentingan yang umum dan solidaritas di antara para anggota, mengimplikasikan subordinasi kepentingan pribadi dan mendistribusi kelebihan atas dasar usaha, bukan atas modal. [3] Meskipun definisi Fuad Hasan bisa dianggap dalam dan patut direnungkan (dalam hal penegasan pada swadaya dan prinsip-prinsip lainnya yang tidak dapat sepenuhnya didapatkan dalam format legal badan usaha yang lain), namun sebenarnya telah ada sebuah definisi hukum yang dapat ditarik dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian ("UU Koperasi") mendefinisikan istilah "koperasi" sebagai berikut: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Definisi ini tidak jauh berbeda dengan definisi yang dapat kita temukan di negara-negara lainnya (seperti Amerika, Kanada, atau Finlandia): koperasi dipahami sebagai sesuatu yang dimiliki oleh anggotanya. Namun, definisi dari Indonesia itu menambahkan prinsip tambahan lainnya, yaitu koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Ciri khas ini dapat di-track ke dalam pasal 33(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ("UUD 1945"), yang menyatakan: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Secara historis, ketentuan pasal 33 UUD 1945 diprediksi sebagai peran sentral dari koperasi, ketika dasar perekonomian Indonesia telah dinyatakan. Penjelasan resmi terhadap Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian Indonesia "disusun sebagai usaha bersama, berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi." [4] Diksi "usaha bersama" adalah suatu yang vital: dapat ditafsirkan untuk merujuk kepada koperasi atau, alternatifnya, ke perusahaan negara/badan usaha milik negara (BUMN). Namun beberapa orang Indonesia dengan keras menyatakan bahwa koperasi adalah bentuk badan usaha alami yang tercipta dari pasal 33 UUD 1945 dalam perekonomian Indonesia. Atas semua alasan tersebut (termasuk karena ia merupakan "bentuk badan usaha yang natural"), koperasi disebut juga sebagai soko guru ekonomi. Tidak ada definisi yang tepat mengenai istilah soko guru; definisi internalnya, apabila diambil dari bahasa jawa, adalah pilar utama. Meskipun anggota koperasi pada umumnya adalah orang-perorangan (individual), memang tidak menutup kemungkinan koperasi juga beranggotakan koperasi (atau badan usaha dengan bentuk yang lain, seperti PT). Koperasi dengan anggota berupa badan hukum koperasi umumnya disebut sebagai koperasi sekunder, sedangkan koperasi yang beranggota perorangan adalah koperasi primer. Istilah "sekunder" cocok ketika kita melihat dari sudut pandang keanggotaan: koperasi lain, atau koperasi sekunder, membuka keanggotaan hanya untuk koperasi-koperasi itu dan dengan anggotanya adalah koperasi primer. Persyaratan untuk koperasi sekunder kurang lebih sama dengan persyaratan untuk koperasi primer, namun untuk unit bisnis sekunder, jumlah minimum anggota adalah setidaknya tiga koperasi. B. PRINSIP UNIVERSAL KOPERASI DAN KOPERASI DI INDONESIA The Rochdale Society of Equitable Pionners, sebuah organisasi yang digunakan untuk toko makanan, telah dianggap sebagai koperasi pertama yang sukses dan memiliki sebuah kesempatan meluas untuk memiliki kesepakatan yang mendasar dengan gaya operasi dan manajemen yang didasarkan pada prinsip-prinsip fundamental. Secara tradisional, ada tujuh prinsip koperasi universal. Daftar awal sembilan prinsip- prinsip Rochdale yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1) one-person, one-vote; 2) keanggotaan bersifat sukarela dan non-diskriminatori; 3) limited interest on capital; 4) pembagian surplus (atau, keuntungan); 5) perdagangan dalam bentuk tunai; 6) menjual barang yang murni tidak dipalsukan; 7) menyediakan pendidikan; 8) netral secara politis dan religius; 9) perlakuan kepada seseorang secara berimbang. Di tahun 1937, the International Co-operative Alliance ("ICA"), sebuah aliansi yang independen dan non-governmental yang telah menyatukan, merepresentasikan, dan melayani koperasi di seluruh dunia, telah mengklarifikasi dan mengurangi prinsip-prinsip tersebut menjadi enam prinsip universal, termasuk (1) Voluntary and Open Membership; (2) Democratic Member Control; (3) Member Economic Participation; (4) Autonomy and Independence; (5) Education, Training, and Information; (6) Co-operation Among Co- operatives dan (7) Concern for Community. Tidak semua yurisdiksi telah menyatakan prinsip-prinsip dari ICA tersebut ke dalam legislasinya dan faktanya, beberapa negara bagian di Amerika Serikat malah tidak memasukkan prinsip dasar di atas. Namun, beberapa lainnya telah memasukkannya, misalnya seperti Iowa atau Tennessee (yang menciptakan persyaratan agar setiap korporasi yang ingin diakui sebagai koperasi harus mengikut tujuh prinsip koperasi tesebut). Indonesia adalah di antara negara yang telah memasukkan dalam UU Koperasi prinsip-prinsip koperasi yang sama dengan prinsip-prinsip dari ICA. Koperasi bergerak berdasarkan prinsip-prinsip dasar Koperasi atau Cooperative Principles yang terdiri dari: 1. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2. pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; 4. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5. kemandirian. UU Koperasi juga mencantumkan prinsip-prinsip dalam hal pendidikan dan perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi baik di dalam maupun di luar negeri. Prinsip pendidikan (seperti yang telah dikemukakan di atas) ini merupakan referensi yang dilakukan atas teori yang muncul dari Rochdale, "seperangkat teori yang terkenal yang didasarkan pada paham koperasi Rochdale dan memegang bahwa pendidikan merupakan faktor paling penting di antara semua faktor ekonomi dalam teori koperasi sosial."[5] Namun, juga telah dikemukakan oleh Mr. Suparmoko pada tahun 1960-an bahwa banyak orang telah mengklaim telah mengoperasikan koperasi, namun sebenarnya tidak mengikuti prinsip ini.[6] C. KEANGGOTAAN Menurut Pasal 19 UU Koperasi, untuk membentuk sebuah koperasi diperlukan minimal 20 orang. Persyaratan ini mungkin terlihat ringan bagi koperasi yang memiliki anggota banyak, namun jika koperasi itu justru berukuran kecil-kecilan, persyaratan ini menjadi sebuah hambatan utama. Harus diperhatikan juga bahwa di dalam UU Koperasi tidak ada jumlah maksimum terhadap jumlah anggota. Satu faktor penting untuk juga dipertimbangkan adalah konsep keanggotaan yang terbuka: karena keanggotaan adalah terbuka, maka aslinya untuk menjadi anggota tidak ada pembatasan (berapa pun jumlah orang yang menandatangani dokumen pendirian, anggota baru dapat ditambahkan sesuai aturan). Pasal 19(1) UU Koperasi menyatakan hanya jumlah minimum anggota, dan tidak menyatakan bagaimana, atau memang, jumlah itu nantinya akan ditingkatkan. Seorang anggota koperasi dapat mempunyai kewajiban dan hak-hak tertentu, menurut Pasal 20 dan Pasal 21 UU Koperasi. Kewajiban anggota tersebut mencakup antara lain: mematuhi AD/ART, Keputusan Rapat Anggota dan keputusan-keputusan lainnya yang disepakati; dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi, dan kewajiban untuk mengembangkan dan memelihara kebersamaan antara sesama koperasi. Menurut Pasal 21 UU Koperasi, anggota koperasi pada dasarnya memiliki hak untuk: 1. menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota; 2. memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas; 3. meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar; 4. mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus baik di luar maupun di dalam rapat anggota 5. memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota 6. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar. D. PENDIRIAN KOPERASI Pendirian Koperasi di Indonesia, menurut Pasal 6 ayat (1) UU Koperasi, dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar (AD), sekurang-kurangnya harus memuat: a. daftar nama pendiri; b. nama dan tempat kedudukan; c. maksud dan tujuan serta bidang usaha; d. ketentuan mengenai keanggotaan; e. ketentuan mengenai rapat anggota; f. ketentuan mengenai pengelolaan; g. ketentuan mengenai permodalan; h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya; i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha; j. ketentuan mengenai sanksi. Untuk mendapat status badan hukum, akta pendirian koperasi harus disahkan oleh pemerintah atau disebut menteri. Pengesahan diberikan setelah akta pendirian memenuhi ketentuan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Keputusan menteri perihal pengesahan pendirian koperasi adalah keputusan dalam waktu tiga bulan, namun di dalam praktik sebenarnya waktu itu berbeda-beda menurut situasinya. Apabila pengesahan diberikan, maka koperasi harus didaftarkan dalam daftar umum. Untuk persyaratan khusus tentang pendirian koperasi, maka perhatikan saja PP 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, dan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 104/Kep/M.KUKM/X/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. E. KEPEMILIKAN DAN KONTROL DALAM KOPERASI Tidak ada aturan mengenai koperasi yang mengatur "kepemilikan" sama seperti pada perusahaan lainnya (misalnya PT), karena yang terpenting untuk diperhatikan adalah pengontrolan koperasi yang dilakukan melalui ketentuan terhadap pertemuan/rapat dan organ-organ seperti peran, struktur, wewenang, dan tanggung jawab Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Pada PT, keberadaan shareholder adalah sama dengan para pemilik, sedangkan dalam koperasi, keberadaan anggota menentukan mekanisme pengontrolan dari koperasi itu. a. Rapat Anggota Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dan diselenggarakan oleh pengurus. Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak tercapai keputusan dengan cara musyawarah, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Umumnya pada rapat anggota, masing-masing anggota mempunyai satu suara. Rapat anggota adalah wajib diadakan sekali setahunnya atau tergantung permintaan anggota (untuk rapat luar biasa). b. Pengurus Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Sedangkan tanggung jawab pengurus dalam mengelola usaha dan organisasi koperasi, serta ia mewakili koperasi baik ke dalam maupun ke luar pengadilan. Kepengurusan koperasi dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga orang (Pasal 30). Oleh karena anggota tidak boleh merangkap jabatan, maka koperasi paling minimum membutuhkan enam orang. Dewan direksi sebuah koperasi biasanya mengadakan rapat secara periodik (umumnya setiap bulan) dan mereka dilengkapi dengan suatu kewenangan sebagai berikut: 1. memimpin organisasi dan usaha koperasi serta mewakili di dan luar pengadilan; 2. melakukan tindakan hukum atau upaya lainnya untuk kepentingan anggota dan kemanfaatan koperasi; 3. menyelenggarakan rapat anggota; 4. mengajukan rancangan rencana kerja dan anggaran pendapatan dan belanja koperasi; 5. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; dan 6. memelihara buku daftar anggota dan pengurus. c. Pengawas Badan Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota dan ia tidak boleh merangkap menjadi pengurus. Mengenai tanggung jawab dari pengawas, maka adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. UU Koperasi tidak sepenuhnya menjelaskan ruang lingkup atau kewenangan Pengawas terhadap koperasi. Meskipun begitu, Undang-Undang membebankan dua tugas penting: (1) memeriksa catatan yang ada dan membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya; dan (2) memberikan saran-saran dan pendapat serta usul kepada Pengurus mengenai hal-hal yang menyangkut pengelolaan koperasi. Dua tugas penting inilah yang memaksa Pengawas untuk memegang suatu peran dalam setiap hal yang menyangkut koperasi. Tidak seperti Komisaris dalam PT, Pengawas dipilih oleh rapat anggota (seperti Pengurus, dan bukan oleh organ koperasi lainnya yang, seperti organ dewan direksi, dapat melakukannya dengan mekanisme perjanjian atau kontrak) dan tanggung jawabnya langsung ke rapat anggota. Hal ini sangat membedakan dengan Komisaris PT yang tanggung jawabnya kepada Rapat Umum Pemegang Saham, karena perannya dalam koperasi merupakan sangat fundamental dan karenanya sebuah pengakuan terhadap keanggotaan. Dengan kata lain, pengawas hanya memiliki tanggung jawabnya secara langsung kepada rapat anggota. Dalam PT, komisaris dan direksi sama-sama dipilih oleh RUPS (namun pemilihannya dapat dilakukan dengan kontrak sebagaimana diperbolehkan oleh artikel organisasi) dan keduanya merupakan suatu organs dari PT itu sendiri. F. KAPITALISME, KOPERASI, DAN KAPITALISME KERAKYATAN Untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai dinamik dan karakteristik koperasi sebagai badan usaha, saya rasa adalah tepat untuk membandingkannya dengan PT yang dianggap sebagai inkarnasi kapitalisme barat atau kapitalisme Barat yang merupakan sistem ekonomi dan politk berdasar pada kepemilikan swasta atas alat-alat produksi dan distribusi serta pertukaran kekayaan, dan karakteristiknya berupa pasar yang kompetitif yang relatif bebas dan memberi penghargaan atas upaya. Pada PT, ada pemisahan yang tegas antara kepemilikan dan kontrol. Kepemilikan berada pada shareholder, sedangkan kontrol pada para direktur yang telah menunjuk seseorang atau beberapa orang sebagai pejabat dari perusahaan. Tanggung